Hukum puasa ramadhan adalah Wajib bagi setiap muslim yang baligh
(dewasa), berakal, dalam keadaan sehat serta dalam keadaan sedang bermukim
(tidak melakukan safar atau perjalanan jauh). Dalil mengenai wajibnya puasa
Ramadhan adalah dari Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:2)
Namun, perlu diketahui bahwa kewajiban berpuasa pada
bulan ramadhan menjadi gugur bagi mereka yang terdapat ‘udzur atau halangan. Beberapa ‘udzur
atau halangan yang diperbolehkan untuk berbuka puasa antara lain:
1.
Orang yang Sakit
Allah berfirman:
“Barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS.
Al-Baqarah: 184)
Para Ulama menegaskan bahwa tidak semua sakit bisa
menjadi sebab seseorang berbuka atau membatalkan puasanya. Hal ini dikarenakan
sakit yang dialami manusia berbeda-beda.
Lihat Puasakah Orang Sakit?
2.
Orang yang Bersafar
Dalil bahwa orang yang bersafar atau musafir boleh
tidak berpuasa adalah sama dengan dalil mengenai orang yang sakit, yaitu firman
Allah:
“Barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS.
Al-Baqarah: 184)
Musafir punya pilihan untuk boleh berbuka/tidak
berpuasa, ataukah tetap berpuasa.
Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah,
mereka berkata:
“Kami bersafar
bersama Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang tetap berpuasa
dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak salimg mencela satu sama
lainnya.” (HR. Muslim no 1117)
Namun manakah yang lebih utama baginya, apakah
berpuasa atau tidak, lihat Bersafar, Lebih Utama Berbuka atau Tetap Berpuasa.
3.
Orang yang Sudah Tua
Berdasarkan ‘Ijma, seseorang yang lanjut usia yang
sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa, baik pada bulan Ramadhan atau lainnya
dibolehkan untuk berbuka dan tidak wajib untuk mengqadha’nya melainkan ia harus
membayar fidyah untuk diberikan pada orang-orang miskin.
Hal ini sesuai dalam firman Allah
“…Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) member makan seorang miskin...” (QS. Al-Baqarah:
184)
Ibnu ‘Abbas berkata, “Ayat itu (yaitu QS.
Al-Baqarah: 184) tidaklah mansukh (dihapus). Ayat itu berlaku untuk orang yang
sudah tua dan wanita yang sudah tua yang tidak mampu menjalankan puasa lagi.
Maka hendaklah menunaikan fidyah, yaitu member makan kepada orang miskin
sebanyak hari yang dia tinggalkan (tidak berpuasa).”
4.
Wanita Hamil dan Menyusui
Dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah sallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya
Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan
menyusui.” (HR. An-Nasai no. 2274 dan Ahmad 5/29)
Asy Syairozi –salah seorang ulama Syafi’i- berkata,
“Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada diri mereka sendiri, maka mereka
boleh tidak berpuasa dan punya kewajiban qadha’ tanpa ada kafarah. Keadaan
mereka seperti orang sakit. Jika keduanya khawatir pada anaknya, maka keduanya
tetap menunaikan qadha’, namun dalam hal kafarah ada 3 pendapat.” (Al Majmu’,
6: 177).
Lihat selengkapnya di Puasakah Wanita Hamil dan Menyusui?
Demikianlah empat ‘udzur yang menggugurkan kewajiban puasa Ramadhan bagi orang-orang
yang mengalaminya, berdasarkan ketentuan-ketentuan masing-masing.