Saturday, June 20, 2015
Bersafar, Lebih Utama Berbuka atau Tetap Puasa?
Dalil orang bersafar atau musafir boleh tidak
berpuasa adalah firman Allah:
“Barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah:
184)
Musafir punya pilihan untuk boleh berbuka/tidak
berpuasa, ataukah tetap berpuasa.
Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah,
mereka berkata:
“Kami bersafar
bersama Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang tetap berpuasa
dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak salimg mencela satu sama
lainnya.” (HR. Muslim no 1117)
Namun manakah yang lebih utama baginya, apakah
berpuasa atau tidak, bisa dilihat pada kondisi berikut ini:
a. Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak
menyulitkan untuk melakukan berbagai amal kebaikan, maka lebih utama untuk
berpuasa. Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban (tanpa qadha’,
dimana beban kemudian muncul untuk menggantinya) dan lebih mudah berpuasa
dengan orang banyak dari pada sendirian.
b. Jika berat untuk berpuasa dan sulit untuk
melakukan amal-amal kebaikan, maka lebih utama untuk berbuka/tidak berpuasa.
c. Jika berpuasa malah membinasakan diri, maka wajib
untuk berbuka/tidak berpuasa.
Firman Allah
“Janganlah
kalian melemparkan diri kalian pada kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah:159)
Beberapa pendapat menyatakan bahwa safar yang
membolehkan berbuka adalah safar yang berjarak minimal kira-kira 89 km. safar
ini, menurut Jumhur Ulama, harus dilakukan sebelum terbitnya matahari. Jika dia
sudah berpuasa saat memulai perjalanan (perjalanan dimulai setelah subuh), maka
dia tidak boleh membatalkan puasanya. Namun, jika ternyata tidak mampu
melanjutkan puasanya karena perjalanan yang sangat melelahkan, maka boleh
berbuka/membatalkan puasanya dan wajib mengqadha’nya.
Hal ini
sebagaimana hadis riwayat Jabir bahwasanya Rasulullah berangkat menuju Makkah
pada ‘Aam al-Fath. Sampai masuk kawasan Kura’ al-Ghamim (nama sebuah jurang di
Asfan, dataran tinggi Madinah) Rasulullah masih berpuasa, maka para sahabat pun
ikut berpuasa. Kemudian Rasul mendengar laporan bahwa “rombongan sudah merasa
amat berat untuk meneruskan puasa, hanya saja mereka menunggu apa yang
dilakukan Rasul.” Maka kemudian Rasulullah mengajak meminum air sehabis Ashar.
Semua rombongan memperhatikan beliau, sehingga ada sebagian yang ikut
membatalkan puasa dan sebagian lain masih terus melanjutkan puasanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment