Wednesday, December 17, 2014
Larangan Berdebat dalam Masalah Agama
Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam telah melarang perdebatan
dalam masalah agama. Dalam Ash-Shohihain dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :
اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ
مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an
selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka
berdirilah darinya”.
Dan dalam Al-Musnad
dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr
:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا
يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ
؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا
هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ
“Sesungguhnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian
shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau
bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah
dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian
membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat
sebelum kalian binasa”.
Bahkan telah datang
hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Allah
kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu
Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda :
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ
هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ
لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah sebuah kaum
menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka
berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan
itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.
Imam Ahmad
rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh
dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di
atasnya dan mencontoh mereka. Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah
sesat. Meninggalkan permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang
yang memiliki hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan
permusuhan dalam agama”.
Perdebatan Yang Tercela
Yaitu semua perdebatan
dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau
perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat,
atau perdebatan dalam mutasyabih (1) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat
yang baik dan yang semisalnya.
Perdebatan Yang Terpuji
Adapun jika perdebatan
itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang
‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka
perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Dan Allah Ta’ala
berfirman :
وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ
الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan janganlah kamu
berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS.
Al-‘Ankabut : 46)
Dan Allah Ta’ala
berfirman :
قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا
فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka berkata: “Hai
Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah
memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang
kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Hud
: 32)
Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i
Allah Ta’ala
mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam melawan
kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam melawan Fir’aun.
Dan dalam As-Sunnah
disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas shalatu wassalam.
Dan telah dinukil dari salafus shaleh banyak perdebatan yang semuanya termasuk
perdebatan yang terpuji yang terpenuhi di dalamnya (syarat-syarat berikut) :
1. Ilmu (tentang masalah yang
diperdebatkan-pent.).
2. Niat (yang baik-pent.).
3. Mutaba’ah.
4. Adab dalam perdebatan.
_________
(1) Yaitu ayat-ayat yang kurang jelas maknanya
pada sebagian orang karena adanya beberapa kemungkinan makna.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment