Ucapan Insya Allah memiliki arti secara bahasa adalah:
“Jika Allah Menghendaki.”
Seorang muslim mengucapkan ucapan ini ketika berjanji
atau berencana mengerjakan suatu hal di waktu yang akan datang. Ia mengucapkan
Insya Allah karena tahu apakah hal yang akan dikerjakannya itu akan
benar-benar terjadi atau tidak. Karena semua hal yang terjadi atau tidak terjadi
adalah atas kehendak Allah, berdasarkan taqdir Allah. Ucapan Insya Allah juga
mengandung doa isti’anah (minta pertolongan) kepada Allah agar dimudahkan
mengerjakan sesuatu hal.
Ada beberapa contoh kejadian yang pernah dialami oleh
para Nabi, ketika mereka tidak mengucapkan Insya Allah dalam melakukan sesuatu
yang akan terjadi atau menjanjikan sesuatu, sehingga Allah menegur mereka. Sebaliknya,
ketika mereka mengucapkan Insya Allah, maka Allah memberikan kemudahan dan
hasil akhir yang baik untuk mereka. Dan adapula kejadian saat seorang Nabi
mengucapkan Insya Allah, namun dengan taqdir Allah sesuatu itu tidak terjadi.
Contoh pertama:
Kejadian yang dialami Nabi Sulaiman alaihissalaam.
Nabi Sulaiman pernah bersumpah, bahwa dalam satu malam
beliau akan menggilir (untuk berhubungan badan) dengan sekian puluh istrinya
(sebagian riwayat menyatakan 100 atau 99, sebagian lagi 90, sebagian lagi
menyatakan 70, sebagian lagi menyatakan 60), dan hasilnya semua istrinya itu
akan melahirkan anak-anak tangguh menjadi pasukan yang akan berjihad di jalan
Allah.
Satu malaikat mengingatkan agar beliau mengucapkan Insya
Allah.
Namun, Nabi Sulaiman tidak mengucapkannya. Hingga akhirnya
ketika Nabi Sulaiman melakukan hal itu ternyata yang hamil hanya satu istri dan
itupun melahirkan setengah manusia.
Hal ini disebutkan dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim.
Sulaiman bin Dawud alaihissalaam berkata:
“Sungguh aku akan berkeliling (menggilir) 100 istriku
malam ini, sehingga tiap wanita akan melahirkan anak yang akan berjihad di
jalan Allah. Kemudian satu Malaikat mengatakan kepada beliau: Ucapkanlah Insya
Allah. Tapi Nabi Sulaiman tidak mengatakannya dan lupa. Kemudian beliau
berkeliling pada istri-istrinya, hasil selanjutnya tidak ada yang melahirkan
anak kecuali satu orang istri yang melahirkan setengah manusia."
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Seandainya Sulaiman mengucapkan Insya Allah, niscaya
beliau tidak melanggar sumpahnya, dan lebih diharapkan hajatnya terpenuhi." (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Dalam hadits ini terkandung beberapa faidah penting bahwa
ucapan Insya Allah jika disebutkan dalam sumpah, kemudian ternyata tidak
tercapai, maka orang itu tidak dianggap melanggar sumpah. Faidah berikutnya,
ucapan Insya Allah memudahkan hajat seseorang terpenuhi. Karena itu Allah
berikan bimbingan adab kepada Nabi Muhammad agar janganlah beliau mengucapkan:
“Aku akan melakukan ini besok. Dengan memastikan. Kecuali
jika beliau mengucapkan Insya Allah.”
Allah berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali
engkau mengucapkan: Sesungguhnya aku akan melakukan hal itu besok. Kecuali
(dengan mengucapkan) Insya Allah. Dan ingatlah Tuhanmu ketika engkau lupa. Dan
Ucapkanlah: Semoga Tuhanku memberikan petunjuk pada jalan terdekat menuju
hidayah.” (QS. Al-Kahfi: 23-24)
Al-Hafidz Ibnu Katsir ra menyatakan:
“Ini adalah petunjuk dari Allah kepada Rasul-Nya kepada
adab. Yaitu jika beliau telah memiliki tekad untuk mengerjakan sesuatu di masa
yang akan datang, hendaknya mengembalikan hal itu kepada Masyi-ah (kehendak) Allah
Azza Wa Jalla, Yang Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Yang Maha Mengetahui
apa yang telah terjadi, apa yang sedang/akan terjadi dan apa yang tidak terjadi
serta bagaimana kalau terjadi.” (Tafsir Ibn Katsir).
Contoh kedua:
Kejadian yang terjadi pada Nabi Ismail.
Saat beliau diberitahukan oleh ayahnya bahwa ayahnya
mendapat wahyu melalui mimpi untuk menyembelih beliau, Nabi Ismail mengatakan:
“Wahai ayahku,
lakukanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya engkau akan dapati
aku Insya Allah termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Shooffaat: 102).
Nabi Ismail pasrah kepada Allah dan menyatakan “Insya Allah, engkau akan dapat aku termasuk
orang-orang yang sabar.” Akibatnya, Allah memberi hasil akhir yang baik.
Beliau tidak jadi menjadi objek yang disembelih. Namun diganti dengan kambing.
Contoh ketiga:
Kejadian yang terjadi pada Nabi Musa.
Saat bertemu Nabi Khidhr, Nabi Musa ingin mengambil ilmu
darinya. Nabi Musa juga berjanji dengan mengucapkan Insya Allah bahwa beliau
akan berusaha sabar tidak akan bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan Nabi
Khidhr, namun qoddarollah hal tersebut tidak tercapai.
Nabi Musa berkata:
“Engkau akan
mendapati aku Insya Allah sebagai orang yang sabar dan tidak akan bermaksiat
terhadap perintahmu.” (QS. Al-Kahfi: 69).
Namun di akhir kisah, ternyata Nabi Musa tidak bisa
bersabar hingga 3 kali. Kemudian Nabi Khidhr berkata:
“Demikianlah
penjelasan dari hal-hal yang engkau tidak mampu bersikap sabar.” (QS. Al-Kahfi:82)
Ini menunjukkan bahwa atas takdir Allah kadangkala
meskipun seseorang sudah berupaya dan sebelumnya mengucapkan Insya Allah, tidak
terjadi yang diharapkan. Namun, ia harus yakin bahwa segala yang ditakdirkan
Allah adalah baik untuknya.
Dari 3 kisah di atas, kita bisa mengambil faidah bahwa
hendaknya jika akan berjaji kita mengucapkan Insya Allah dengan harapan Allah
akan menolong kita mendapatkan yang diinginkan.
Namun jika ada teman kita yang mengucapkan Insya Allah
dalam janjinya kemudian tidak terpenuhi, kita berhusnudzdzon bahwa itu memang atas
takdir Allah dan ia telah berusaha memenuhinya. Dan ucapan Insya Allah tidak
pantas untuk dijadikan tameng oleh seorang muslim guna bermalas-malasan atau
sudah ada niatan untuk menyelisihinya.
Semoga bermanfaat...
0 comments:
Post a Comment